Selasa, 26 Juni 2012

Tugas Etika Profesi Arsitektur

ETIKA DAN PROFESI ARSITEKTUR

1. Suatu kegiatan perancangan, pelaksanaan, pemanfatan serta pembongkaran atau konservasi merupakan suatu rangkaian kegiatan arsitektur yang harus dilakukan untuk memperoleh sebuah tujuan yang jelas untuk menghasilkan sebuah bangunan yang baik.


A. Perancangan
Perancangan merupakan suatu proses, atau cara mendesain agar sebuah sistem dapat berjalan sebagai mana yang diinginkan atau suatu kegiatan untuk membuat suatu usulan pokok yang mengubah sesuatu yang sudah ada menjadi lebih baik. Jenis metode yang sering kali dipakai dalam merancang adalah metode problem solving yaitu jenis metode yang memerlukan analisa yang matang untuk mendapatkan sintesa atau bahan masukan yang tepat terhadap disain.


 Tahapan yang dilakukan arsitek saat melakukan proses perancangan adalah :

1. Permulaan
Proses permulaan meliputi pengalaman dan batasan masalah yang akan dibenahi melalui serangkaian wawancara berupa penggalian lebih dalam akan masalah – masalah yang dihadapi serta pengajuan usul baik dari klien maupun arsitek untuk mengatasi masalah yang ada.

2. Persiapan
Persiapan ini meliputi pengumpulan dan analisis informasi mengenai masalah yang akan dibenahi yang secara spesifik meliputi pengumpulan secara sistematis dan analisis informasi tentang suatu proyek tertentu atau yang sering disebut sebagai proses pemrograman.

3. Pengajuan Usul (Sintesa)
Dalam pengajuan usul ini, arsitek membuat usulan – usulan perancangan yang harus menghimpun berbagai pertimbangan dari konteks social, ekonomi, fisik, program, tempat, klien, teknologi, estetika, dan nilai perancangan.

4. Evaluasi
Evaluasi ini membahas mengenai evaluasi usulan–usulan alternatif yang diajukan oleh arsitek atau perancang. Evaluasi yang dilakukan ini meliputi perbandingan pemecahan masalah terhadap rancangan yang diusulkan dengan tujuan dan kriteria yang dikembangkan dalam tahap pemrograman atau persiapan.

5. Tindakan
Dalam tahap tindakan dalam proses perancangan adalah kegiatan–kegiatan yang berhubungan dengan mempersiapkan dan melaksanakan suatu proyek, seperti menyiapkan dokumen–dokumen konstruksi berupa gambar kerja dan spesifikasi tertulis untuk bangunan dan pemilihan kontraktor.



B. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan langkah selanjutnya setelah semua yang dibutuhkan ditahapan perancangan sudah terpenuhi. Pelaksanaan ini berarti suatu tindakan nyata yang dilakukan untuk mengusahakan agar seluruh anggota/ kelompok dapat mencapai tujuan dari pekerjaan yang dilakukan. Jenis metode yang sering digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sendiri ada beberapa jenis diantaranya metode barchart, CPM (Critical Path Method), PERT (Project Evaluation and Review Technique) dan PDM (Presedence Diagram Method).

 Tahap yang dilakukan arsitek saat melakukan proses pelaksanaan :
1. Penyiapan Dokumen Pengadaan Pelaksana Konstruksi
Pada tahap ini, arsitek mengolah hasil pembuatan Gambar Kerja ke dalam bentuk format Dokumen Pelelangan yang dilengkapi dengan tulisan Uraian Rencana Kerja dan Syarat-Syarat teknis pelaksanaan pekerjaan serta Rencana Anggaran Biaya (RAB) termasuk Daftar Volume (Bill of Quantity/BQ). Sehingga secara tersendiri maupun keseluruhan dapat mendukung proses:
a. Pemilihan pelaksana konstruksi dan penugasan pelaksana konstruksi.
b. Pengawasan pelaksanaan konstruksi.
c. Perhitungan besaran luas volume serta biaya pelaksana pembangunan yang jelas.


2. Pelelangan
Pada Tahap Pelelangan arsitek membantu pengguna jasa secara menyeluruh atau secara sebagian dalam :
a. Mempersiapkan dokumen pelelangan.
b. Melakukan Prakualifikasi seleksi konstruksi.
c. Membagikan dokumen kepada peserta/lelang.
d. Memberikan penjelasan teknis dan lingkup pekerjaan.
e. Menerima penawaran biaya dari pelaksana konstruksi.
f. Melakukan penilaian atas penawaran tersebut.
g. Memberikan nasihat dan rekomendasi pemilihan pelaksana konstruksi kepada pengguna jasa.
h. Menyusun Perjanjian Kerja Konstruksi antara pengguna jasa dan pelaksana konstruksi.


3. Pemanfaatan
Dalam tahap pemanfaatan ini adalah proses atau cara menggunakan sebuah objek sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan ketentuan yang ada.


4. Pembongkaran / Konservasi
Konservasi itu sendiri berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have).
 Tahapan yang dilakukan arsitek dalam kegiatan pelestarian bangunan :

A. Stating Cultural Significance
Merupakan usaha memahami dan menilai makna kultural dari bangunan beserta nilai tempatnya dengan kriteria penilaian tertentu sebagai contoh nilai keindahan, sejarah dan keilmuan, maupun nilai demonstratif, hubungan asosiasional, kualitas formal dan estetis. Pada tahapan ini ada beberapa sub tahapan yang harus dilakukan diantaranya :
• Pengumpulan bukti – bukti documenter dan fisik.
• Penusunan analisis data.
• Penilaian terhadap makna kultural.
• Menetapkan makna kultural.


B. Conservation Policy
Merupakan pencarian cara–cara terbaik dalam mempertahankan nilai–nilai tersebut dalam penggunaannya dan pengembangan di masa yang akan datang). Pada tahapan ini juga terdapat beberapa sub tahapan yang harus dilakukan diantaranya :
• Mengumpulkan informasi bagi pengembangan kebijakan konservasi diantaranya persyaratan klien atau penggunaan yang layak, persyaratan eksternal, persyaratan untuk mempertahankan makna cultural, kondisi fisik.
• Pengembangan suatu kebijakan konservasi.
• Menetapkan kebijakan konservasi.
• Strategi bagi implementasi kebijakan konservasi.



2. Sikap dan tanggapan arsitek sesuai dengan pedoman kerja etika arsitek adalah sebagai berikut :

A. Standar Etika
Standar Etika, merupakan tujuan yang lebih spesifik dan baku yang harus ditaati dan diterapkan oleh anggota dalam bertindak dan berprofesi. Untuk standar etika sendiri, sikap dan tanggapan dari arsitek itu harus bisa mencerminkan kepribadiannya sebagai seorang pribadi yang jujur, berwawasan luas, bersahaja, teladan, bisa bekerja sama, bisa dipercaya, tidak memilih, hingga bagaimana dia berhubungan dengan masyarakat dan lingkungan sekitar.


B. Kaidah Dasar
Kaidah Dasar sendiri merupakan kaidah pengarahan secara luas sikap ber-etika seorang Arsitek. Dengan menyimak pengertian di atas, maka bentuk sikap dan tanggapan yang wajib ditunjukan arsitek dari segi kaidah dasar yaitu arsitek mempunyai kewajiban untuk berperan serta dalam proses penataan kembali bangunan di dalam lingkungan pekerjaannya dengan tidak hanya mengutamakan materi (keuntungan) semata, tetapi bagaimana usaha arsitek untuk mempertahankan atau mengangkat kembali nilai - nilai kebudayaan dari bangunan dan meningkatkan nilai dari suatu lingkungan itu sendiri, menghidupkan kembali semangat – semangat masyarakat lewat karya – karyanya, hingga penyelesaian pekerjaan dengan baik sehingga dapat memuaskan setiap orang yang menggunakan jasanya itulah bentuk sikap yang dibutuhkan oleh seorang arsitek.


C. Kaidah Tata Laku
Kaidah Tata Laku, bersifat wajib untuk ditaati, pelanggaran terhadap kaidah tata laku akan dikenakan tindakan, sanksi keorganisasian. Dengan demikian, bentuk sikap dan tanggapan yang diberikan dari arsitek terhadap kondisi yang terjadi di lingkungan sekitarnya haruslah mempunyai ketegasan dalam bertindak dengan tidak melangkah terlalu jauh dari aturan yang berlaku di dalam organisasi. Hal ketegasan ini sangat dibutuhkan guna tercapainya suatu kenyamanan, kesejahteraan maupun kebaikan yang merata bagi setiap orang.

Kamis, 31 Mei 2012

Konservasi Arsitektur

KONSERVASI BANGUNAN MUSEUM FATAHILLAH

Museum fatahillah

Museum ini memiliki luas lebih dari 1.300 meter persegi. Pekarangan dengan susunan konblok, dan sebuah kolam dihiasi beberapa pohon tua. Arsitektur bergaya abad ke-17 bergaya Neo-Klasik dengan cat kuning tanah, kusen pintu dan jendela dari kayu jati berwarna hijau tua, bagian atap memiliki penunjuk arah mata angin. Pada tahun 1937 Yayasan Oud Batavia mengajukan rencana untuk mendirikan sebuah museum mengenai sejarah Batavia, yayasan tersebut kemudian membeli gudang perusahaan Geo Wehry & Co yang terletak di sebelah timur Kali Besar tepatnya di Jl. Pintu Besar Utara No. 27 (kini museum Wayang) dan membangunnya kembali sebagai Museum Oud Batavia. Museum Batavia Lama ini dibuka untuk umum pada tahun 1939. Pada masa kemerdekaan museum ini berubah menjadi ”Museum Djakarta Lama” di bawah naungan LKI (Lembaga Kebudayaan Indonesia) dan selanjutnya pada tahun 1968 ”Museum Djakarta Lama” diserahkan kepada PEMDA DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta pada saat itu -Ali Sadikin- kemudian meresmikan gedung ini menjadi Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974. Untuk meningkatkan kinerja dan penampilannya, Museum Sejarah Jakarta sejak tahun 1999 bertekad menjadikan museum ini bukan sekedar tempat untuk merawat, memamerkan benda yang berasal dari periode Batavia, tetapi juga harus bisa menjadi tempat bagi semua orang baik bangsa Indonesia maupun asing, anak-anak, orang dewasa bahkan bagi penyandang cacat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman serta dapat dinikmati sebagai tempat rekreasi.


Sejarah Gedung

Gedung Museum Sejarah Jakarta mulai dibangun pada tahun 1620 oleh ”’Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen”’ sebagai gedung balaikota ke dua pada tahun 1626 (balaikota pertama dibangun pada tahun 1620 di dekat Kalibesar Timur). Menurut catatan sejarah, gedung ini hanya bertingkat satu dan pembangunan tingkat kedua dibangun kemudian hari. Tahun 1648 kondisi gedung sangat buruk. Tanah Jakarta yang sangat labil dan beratnya gedung menyebabkan bangunan ini turun dari permukaan tanah. Solusi mudah yang dilakukan oleh pemerintah Belanda adalah tidak mengubah pondasi yang sudah ada, tetapi lantai dinaikkan sekitar 2 kaki, yaitu 56 cm. Pada Tahun 1665 gedung utama diperlebar dengan menambah masing-masing satu ruangan di bagian Barat dan Timur. Setelah itu beberapa perbaikan dan perubahan di gedung stadhuis dan penjara-penjaranya terus dilakukan hingga bentuk yang kita lihat sekarang ini. Gedung ini selain digunakan sebagai stadhuis juga digunakan sebagai ”Raad van Justitie” (dewan pengadilan) yang kemudian pada tahun 1925-1942 gedung ini dimanfaatkan sebagai Kantor Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan pada tahun 1942-1945 dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon. Tahun 1952 markas Komando Militer Kota (KMK) I, yang kemudian menjadi KODIM 0503 Jakarta Barat. Tahun 1968 diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta, lalu diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974.


Koleksi Museum Fatahillah
Perbendaharaannya mencapai jumlah 23.500 buah berasal dari warisan Museum Jakarta Lama (Oud Batavia Museum), hasil upaya pengadaan Pemerintah DKI Jakarta dan sumbangan perorangan maupun institusi. Terdiri atas ragam bahan material baik yang sejenis maupun campuran, meliputi logam, batu, kayu, kaca, kristal, gerabah, keramik, porselen, kain, kulit, kertas dan tulang. Diantara koleksi yang patut diketahui masyarakat adalam Meriam si Jagur, sketsel, patung Hermes, pedang eksekusi, lemari arsip, lukisan Gubernur Jendral VOC Hindia Belanda tahun 1602-1942, meja bulat berdiameter 2,25 meter tanpa sambungan, peralatan masyarakat prasejarah, prasasti dan senjata. Koleksi yang dipamerkan berjumlah lebih dari 500 buah, yang lainnya disimpan di storage (ruang penyimpanan). Umur koleksi ada yang mencapai lebih 1.500 tahun khususnya koleksi peralatan hidup masyarakat prasejarah seperti kapak batu, beliung persegi, kendi gerabah. Koleksi warisan Museum Jakarta Lama berasal dari abad ke-18 dan 19 seperti kursi, meja, lemari arsip, tempat tidur dan senjata. Secara berkala dilakukan rotasi sehingga semua koleksi dapat dinikmati pengunjung. Untuk memperkaya perbendaharaan koleksi museum membuka kesempatan kepada masyarakat perorangan maupun institusi meminjamkan atau menyumbangkan koleksinya kepada Museum Sejarah Jakarta.

Contoh-Contoh Koleksinya:




Kerusakan Bangunan
Kerusakan bangunan ini berdasarkan hasil observasi adalah sebagai berikut


Kerusakan Fisik
Kerusakan ini disebabkan oleh faktor alam seperti air hujan, angin dan panasnya matahari. kerusakan yang disebabkan oleh faktor ini sehingga mengakibatkan tampak rapuh dan kusam. Selain itu komponen bahan bangunan dari kayu seperti pintu kayu, jendela, dan sebagainya juga rusak akibat faktor ini. Kerusakan Mekanis Kerusakan ini disebabkan faktor konstruksi dan struktur bangunan itu sendiri maupun faktor dari luar.


Kondisi Bangunan Museum Fatahillah
• Fasad Bangunan


Secara sepintas, Arsitektur museum ini bergaya abad ke-17 bergaya Neo-Klasik dengan cat kuning tanah, kusen pintu dan jendela dari kayu jati berwarna hijau tua, selain itu bagian atap memiliki penunjuk arah mata angin yang mempertegas sisi solid dari bangunan ini.


• Lantai


Seluruh lantai bangunan gedung Museum Fatahillah menggunakan lantai kayu. Lantai seperti ini terdapat pada ruang-ruang (kamar-kamar) bangunan sisi luar. Lantai ubin secara umum masih baik, namun masih terdapat lantai ubin hilang, rusak, lepas dan rusak akibat vandalisme. Selain itu dijumpai kerusakan mekanis seperti retak dan pecah.


• Dinding dan Kolom


Kolom yang ditampilkan dalam bangunan ini sangat kokoh dengan tiang-tiang tinggi yang berada disamping sepanjang bangunan tersebut dengan warna hitam serta cat dinding dengan warna putih.


• Jendela


Bahan yang digunakan untuk jendela adalah kayu jati dengan warna hijau dengan kualitas baik. Kerusakan terparah adalah daun daun jendela banyak yang rapuh akibat kondisi alam dan. Selain itu engsel-engsel dalam kondisi tidak baik.


• Plafond


Plafon Lantai 1 merupakan bagian dari lantai 2 dan plafond ini menggunakan bahan kayu. Pada plafond ini mengalami kerusakan cukup parah yaitu banyak terdapat kayu yang rapuh akibat dimakan binatang rayap.


• Atap


Atap bangunan museum fatahillah ini menggunakan bahan genting dengan kualitas yang sangat baik. Bagian atap yang mengalami sedikit kerusakan hanya pada talang air yang terbuat dari pipa paralon menuju pembuangan kebawah.


• Potongan


Tampak potongan yang terlihat dari museum fatahillah ini terlihat dengan detail-detail pada bagian ornamen lingkaran. Pada bagian atap memiliki penunjuk arah mata angin.



Museum Fatahillah Pasca Pemugaran
Pada tahun 1987 Pemda DKI Jakarta memfungsikan kembali bangunan tersebut dengan memberi nama baru yaitu ”’Taman Fatahillah”’ untuk mengenang panglima Fatahillah pendiri kota Jakarta. Untuk itu Museum Sejarah Jakarta berusaha menyediakan informasi mengenai perjalanan panjang sejarah kota Jakarta, sejak masa prasejarah hingga masa kini dalam bentuk yang lebih rekreatif. Selain itu, melalui tata pamernya Museum Sejarah Jakarta berusaha menggambarkan “Jakarta Sebagai Pusat Pertemuan Budaya” dari berbagai kelompok suku baik dari dalam maupun dari luar Indonesia dan sejarah kota Jakarta seutuhnya. Museum Sejarah Jakarta juga selalu berusaha menyelenggarakan kegiatan yang rekreatif sehingga dapat merangasang pengunjung untuk tertarik kepada Jakarta dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya warisan budaya.